Linux untuk pegrafis

Memang ngeri juga melewati sesuatu yang gelap. Jalan yang gelap, rumah kosong yang gelap, lorong yang gelap dan mungkin termasuk disini termasuk software yang gelap. Bagi saya linux (pada waktu belum kenal) adalah operating system yang “gelap”. Gelap disini lebih bernada positif yang lebih bermakna kurang jelas dan kurang informasi. Saking gelapnya tidak banyak orang yang mau melewati “jalan” yang bernama linux. Saya juga demikian takut dan ngeri. Namun rasa penasaran dari jiwa yang sedikit suka ngoprek, terus menerus mengajak pikiran untuk menyelami sistem operasi linux. Sedikit demi sedikit gelapnya linux menjadi terang benderang.

Mencoba mencari info tentang linux dari mana saja termasuk buku. Mulanya sekedar mencoba LIVE CD Knopix dan masih belum berani menginstall ke hardisk. Ternyata Linux keren juga. Dan ternyata banyak aplikasi-aplikasi di Linux mirip secara fungsi dengan yang ada di windows.

Majalah lontar
Salah satu portfolio saya yang saya buat dengan Scribus

Waktu berlanjut. Keberanian menggunakan dan menginstall linux masih belum muncul karena masih ada sebuah pertanyaan besar,”bisakah Linux diterapkan dalam produksi?” Saya seorang desain grafis yang sangat memerlukan akurasi yang tinggi terhadap warna untuk percetakan. Pada waktu itu saya belum mendapat jawaban yang memuaskan. Tapi masih penasaran dengan linux.

Kemudian saya mencoba aplikasi-aplikasi multiplatform yang bisa dipakai di linux dan di windows seperti inkscape dan scribus. Saya sebenarnya sangat tertarik dengan Scribus yang pada waktu itu masih 1.3.3.x. Ketertarikan saya karena Scribus sudah mendukung separasi warna CMYK dengan output berupa pdf, sangat mirip dengan Adobe Indesign. Tapi masih ada kelemahannya, yaitu sulitnya untuk membuat crop marks banyak halaman dan khususnya, tidak ada fitur overprint. Fitur overprint sangat penting bagi dunia cetak mencetak. Fungsi fitur ini adalah untuk menghilangkan gap warna hasil cetak khususnya terkait dengan pencetakan 100% black. Sehingga hasil cetak lebih smooth. Karena kekurangan ini, saya menjadi belum pecaya diri menggunakan aplikasi-aplikasi ini dalam produksi.

Akhirnya hari itu tiba. Ketika Scribus merilis aplikasi terbarunya, 1.4.x. Saya sangat bahagia karena versi ini sudah mendukung fitur overprint dan kemudahan dalam membuat crop marks (pre-press). Ini fitur yang sangat saya butuhkan. Bagi saya scribus sudah dari cukup sebagai software cetak mencetak. Di tambah lagi dengan software pengolah bitmap Gimp yang sangat membantu saya menciptakan sebuah desain yang menarik. Gimp bagi saya walau tidak secara ansich mendukung pengolahan CMYK, sudah cukup untuk mengolah foto dan tidak kalah dengan photoshop.

Lalu bagaimana dengan hasil cetak menggunakan linux? Pertama-tama hasil cetaknya tidak memuaskan saya. Namun itu bukan karena aplikasi tapi karena human error eee.. Saya belum banyak mengetahui tentang tentang scribus. Setelah saya mengeluti dan belajar, hasilnya cukup memuaskan. Tidak jarang saya melihat hasil cetak kawan saya yang menggunakan aplikasi sistem operasi “tetangga sebelah” jauh lebih jelek dibanding dengan punya saya. saya sadari kita tidak hanya perlu software yang canggih tapi brainware juga yang mumpuni.

tux
Artwork menggunakan Gimp

Memang aplikasi-aplikasi linux masih ada kekurangannya. Ditengah kekurangannya, pengguna linux dituntut untuk menggunakan kreativitasnya untuk menambal kekurangan-kekurangan tersebut. Seperti contoh, aplikasi GIMP tidak support dengan pengolah CMYK namun bisa mengkonversi objek menjadi gambar CMYK. Kekurangan ini bisa ditambal dengan penggunaan profil warna CMYK seperti Fogra 27L bila perlu.

Saya pernah bingung, dengan software apa saya akan membuat sebuah backdrop yang ukurannya misalnya 5×5 meter. Menggunakan Gimp, tentu akan sangat berat sekali. Saya menggunakan Inkscape. Inkscape yang berbasis SVG ini sebenarnya ditujukan untuk desain web yang notabene hasil ekspornya adalah PNG. Tapi setelah saya mencoba print dengan ukuran besar, hasilnya cukup memuaskan. Hanya saja kita kembali memerlukan profil warna agar hasil cetak setidaknya mirip dengan yang ada dimonitor. Hanya saja saya tidak berani untuk printing yang perlu akurasi warna cukup tinggi seperti pada kertas ukuran A3 karena PNG sifatnya lossless. Tepat ini bisa digantikan dengan Scribus atu Gimp. Pemilihan aplikasi yang tepat perlu untuk hasil tertentu pula.

Semoga kedepannya muncul aplikasi-aplikasi yang lebih canggih tidak hanya untuk desain grafis tapi yang lainnya. Besar harapan aplikasi-aplikasi itu datang dari Indonesia. Semoga.

      Permission is granted to copy, distribute and/or modify this
      document under the terms of the GNU Free Documentation License,
      Version 1.3 or any later version published by the Free Software
      Foundation; with no Invariant Sections, no Front-Cover Texts and
      no Back-Cover Texts.  A copy of the license is included in the
      section entitled "GNU Free Documentation License"

*Header Illustration Licensed Under CC Public Domain by Pixabay.com

1 thought on “Linux untuk pegrafis

  1. keren nih, persis sama ane kang..
    Ane juga hobi ni utek kompi, terutama yang berhubungan dengn linux dan web,..secara basic ane adalah desainer..:D
    Ane dari dulu pengen banget ngehasilin karya grafis yang wow, yang di hasilkan dari OS dan aplikasi open source gratis..
    Coba kita bayangkan, pastinya ada rasa bangga ketika sesuatu yang dianggap remeh/sepele atau dipandang sebelah mata oleh masyarakat sana.. ternyata bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa ..
    Sekarang saya sudah memakai inkscape dan ke depan saya akan migrasi juga dari psd ke gimp, tapi terus terang dari dulu saya belum menemukan cara bagaimana menghasllkan CMYK dari kedua aplikasi tersebut ..
    Barangkali Akang sudah menemukan CMYK nya, bisa bantu share disini..:D
    Terima kasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *